Kamis, 10 Januari 2013

Nama : Muhamad Ihsan
Npm:26209595
Kelas : 4 EB 18
Mata Kuliah : Etikan Profesi Akuntansi 
Tugas :Akhir etika profesi akuntansi

1.     Bagaimanakah budaya organisasi bisa mempengaruhi perilaku etis!
Jawab : budaya adalah suatu system dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu berjalan. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluative, budaya organisasi juga berkaiatan dengan bagaimana karyawan memahami karekteristik itu atau tidak.
faktor-faktor yang mempengaruhi:
  a. faktor individu, tingkat pengetahuan, nilai moral, sikap pribadi tujuan.

b. faktor sosial, norma budaya, keputusan, tindakan dan prilaku
c. kesempatan atau peluang, kebebasan yang diberikan organisasi.
2.    Apa yang menentukan tingkatan intensitas masalah etika?
Intensitas mengenai etika ditentukan oleh beberapa  faktor:
Ø  Tingkat kesepakopaatan bahwa tindakan tersebut salah.
Ø  Besar kemungkinan tindakan tersebut menimbulkan dampak negatif.
Ø  Cepat tidaknya dampak negatif tersebut terasa.
Ø  Kedekatan pelaku tindakan dengan mereka yang potensial menjadi korban
Ø  Besar dampak tindakan terhadap korban.
Ø  Banyaknya orang yang terkena dampak negatif/Luas dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.
3.    Factor apa yang mempengaruhi etika secara internasional ?
1.     Kebutuhan individu
2.    Tidak ada pedoman
3.    Kejujuran
4.    Lingkungan yang tidak etis
5.    Prilaku dari komunitas
4.    Berikan beberapa kasus skandal etika dibidang akuntansi?
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun 2007.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2007, yang masing-masing berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2007. Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2007, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2007. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2007. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2007 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2007 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2007, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari. Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al.  lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act. Mastracchio  menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi akuntansi. Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan tersendiri.